Jumat, 06 Januari 2017

Tugas Kelompok 2
 MAKALAH
 “Prinsip-Prinsip Kewarganegaraan” 



Disusun untuk memenuhi tugas 
 Mata Kuliah : Pancasila Dosen 
Pembimbing : Ali Iskandar Zulkarnain, M.Pd

Disusun Oleh: Nama : M. Daryanto (1601130350) 
                       Jumaira (1601130353)
 ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA 
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN 
JURUSAN MIPA
 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 
TAHUN 1937 H/2016 M 


 KATA PENGANTAR
    Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan hidayah-nya lah sehingga materi penyusunan makalah Pancasila ini dapat di susun dan terselesaikan dengan sebaik mungkin dan tepat waktu. Dengan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dosen atas dasar ajuran dan petunjuk serta bimbingannya dalam menyelesaikan tugas ini. Adapun isi pembahasan yang di angkat dalam makalah Pancasila ini mengenai “Prinsip-Prinsip Kewarganegaraan”. Kami menyadari bahwa apa saja yang di sajikan dalam makalah ini masih sangat sederhana, dan masih banyak kekurangan. Seperti kata pepatah “Nobody s perfect” atau tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu di dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruannya. Kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah Pancasila berikutnya. Akhir kata kami mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian baik penulis secara pribadi ini dapat menambah wawasan.

 Palangka Raya, Oktober 2016 
Penulis 
DAFTAR ISI KATA
 PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Dan Manfaat 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Warga Negara, Kewarganegaraan dan Pewarganegaraan 2
B. Prinsip-Prinsip Penentuan Kewarganegaraan 5
C. Problem Kewarganegaraan 11
BAB III 14
PENUTUP 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15

 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah. Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas pada makalah ini adalah seputar warga negara dan status kewarganegaraan Republik Indonesia, di antaranya:
1. Deskripsi warga negara, kewarganegaraan, dan pewarganegaraan.
2. Prinsip kewarganegaraan.

 C. Tujuan Dan Manfaat

      Tujuan pembahasan tentang warga negara dan kewarganegaraan adalah memberikan informasi yang singkat dan jelas mengenai warga negara dan hubungannya dengan status kewarganegaraan, mengingat status kewarganegaraan tersebut akanberpengaru terhadap hak dan kewajiban saat hidup dalam wilayah Republik Indonesia.

 BAB II
PEMBAHASAN
A. Warga Negara, Kewarganegaraan dan Pewarganegaraan
      Pengertian rakyat sering dikaitkan dengan pengertian warga negara. Warganegara adalah rakyat yang menetap di dalam suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Sedang dalam pengertian penduduk dapat mencakup pengertian yang lebih luas, baik meliputi warga negara maupun bukan warga negara yang kesemuanya jelas bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara. Wewenang sebuah organisasi negara meliputi kelompok manusia yang berada di dalamnya. Kelompok tersebut dapat dibedakan antara warga negara dengan bukan warga negara (orang asing).
      Warga negara sebagai pendukung sebuah negara merupakan landasan bagi adanya negara. Dengan kata lain bahwa warga negara adalah salah satu unsur penting bagi sebuah negara, selain unsur lainnya.
1. Warga negara itu sendiri bisa diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara.
2. Istilah ini biasa juga disebut hamba atau kawula negara.
3. Meskipun demikian istilah warga negara dirasa lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang-orang merdeka bila dibandingkan istilah hamba dan kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga yang menjadi bagian dari suatu negara.
     Asumsi ini tidaklah berlebihan dan cukup beralasan. Sebagai anggota dari persekutuan yakni negara, yang didirikan dengan kekuatan bersama. Sejalan dengan definisi di atas, AS Hikam mendefinisikan bahwa warga negara (citizenship) adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik daripada istilah kawula negara, karena kawula negara betul-betul berarti obyek yang berarti orang yang dimiliki dan mengabdi kepada negara. Oleh karenanya, kewarganegaraan menurut AS Hikam harus mencakup tiga dimensi utama:
1). Dimensi keterlibatan aktif dalam komunitas,
2). Dimensi pemenuhan hak-hak dasar yaitu hak politik, ekonomi, dan hak sosial kultural, serta
3). Dimensi dialog dan keberadaan ruang publik yang bebas.

      Sebagai negara yang bersumber hukum, Indonesia memiliki aturan hukum tersendiri terkait masalah warga negara dan kewarganegaraan. Aturan tersebut tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sedangkan yang dimaksud dengan kewarganegaraan adalah segala ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam UU Nomor 12 Tahun 2006. Yang termasuk dalam warga negara dengan kewarganegaraan Republik Indonesia di antaranya adalah:
1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum UU No. 12 Tahun 2006 berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesian dan ibu warga negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia.
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia.
 8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
11. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

      Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan, atau yang sering disebut dengan proses naturalisasi. Adapun syarat-syarat pewarganegaraan Republik Indonesia adalah:
1. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
3. Sehat jasmani dan rohani.
 4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih.
6. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap.
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.


B. Prinsip-Prinsip Penentuan Kewarganegaraan

      Tiap-tiap negara adalah berdaulat untuk menentukan tentang siapa-siapa yang dapat menjadi warganegaranya dan siapa pula yang tidak atau tentang perolehan dan kehilangan kewarganegaraan dari warganegaranya. Dalam hal kedaulatan negara ini termasuk juga, bahwa tidak ada negara yang berhak mengatur masalah-masalah kewarganegaraan negara lain. Pembatasan ini berdasarkan kepada "general international law'', yaitu asas "pacta sunt servanda" dan "of mutual recognition of each other souvereignity" berupa konvensi-konvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umum dan secara internasional telah diakui di bidang kewarganegaraan. Pelaksanaan peraturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi dari hak negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk kedalam wilayahnya dan merupakan atribut esencial dari pemerintahan negara yang berdaulat. Oleh karena itu orang asing yang memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warganegara itu sendiri.
      Dalam ketentuan-ketentuan kewarganegaraan terdapat dua asas yang utama yaitu: a. Asas daerah kelahiran (lus Soli) Ditinjau dari istilah bahasa latin, maka ius berarti hukum, sedangkan soli berarti tanah, sehingga dalam pengertian sepenuhnya maka ius soli adalah hukum yang mengikuti tanah kelahiran. Maksudnya adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya yaitu seseorang adalah warganegara dari suatu negara berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Jadi asas ini merupakan asas dalam pewarganegaraan yang mengikuti di tempat mana seseorang itu dilahirkan. Asas kelahiran (ius soli) di dalam wilayah Republik Indonesia juga diterapkan untuk menghindarkan adanya orang yang "tanpa kewarganegaraan" (Stateless). Apabila anak yang dilahirkan di Indonesia tidak memperoleh kewarganegaraan ibunya maupun dari ayahnya, maka anak itu dapat memiliki kewarganegaraan RI untuk menghindari anak menjadi tanpa kewarganegaraan. Asas ius soli lazim dimanfaatkan oleh negara-negara yang jumlah rakyatnya kecil atau sedikit, kebanyakan penduduk di negara itu adalah pendatang yang diterima untuk melaksanakan berbagai pekerjaan bagi perkembangan perekonomiannya, atau para imigran yang diterima dengan baik di negara yang bersangkutan.
     Menurut Sudargo Gautama bahwa kepentingan negara-negara yang termasuk negeri-negeri imigran adalah bagaimana kepentingan warga-warga asing yang telah masuk dalam negeri mereka secepat mungkin diasimilasi menjadi rakyat mereka. Terutama dalam negeri-negeri yang masih kekurangan warga. Hubungan pertalian dengan negara asal secepat mungkin harus dilepaskan. Para imigran ini secepat mungkin harus dijadikan warganegara dari Negara baru yang telah dipilih oleh mereka sebagai tempat mencari kehidupan. Jadi untuk negeri-negeri semacam ini sudah tentu ius soli adalah yang paling tepat . Orang-orang yang tadinya termasuk warga asing menetap dalam wilayah negara yang menganut ius soli dan melahirkan anak-anaknya disitu, maka anak-anak tersebut haruslah dipandang sebagai warga dari negara bersangkutan dan negara dimana ia dilahirkan dan hidup. Anak-anak yang dilahirkan di negara itu lazimnya diberi pewarganegaraan pasif. Sehingga dalam hal ini ius soli selalu dikaitkan dengan pewarganegaraan pasif.
      Dalam pewarganegaraan pasif sendiri adalah bahwa seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi dan dijadikan warganegara sesuatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi. Jika diperhatikan negara Amerika Serikat, Kanada, Australia termasuk negara yang menerapkan asas ius soli dan memanfaatkan asas tersebut dalam pewarganegaraan pasif terhadap keturunan-keturunan berbagai suku bangsa yang berimigran ke negara-negara tersebut. Negara Indonesia pada masa penjajahan (Hindia Belanda) membuat peraturan kewarganegaraan dengan menganut asas ius soli. Walaupun demikian Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No.62 Tahun 1958 yang berlaku sekarang menganut juga asas ius soli terbatas dengan tujuan untuk menghindari terjadinya seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan (stateless).

b. Asas Keturunan (Ius Sanguinis)

      Menurut istilah bahasa latin, ius berarti hukum, sedangkan sanguinis dapat berarti keturunan atau darah, jadi asas ini mengikuti hukum atau ketentuan-ketentuan dari keturunan atau darah orangtuanya. Artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari pada orang yang bersangkutan. Penganutan asas ius sangunis ini memang sangat penting apalagi pada masa sekarang dimana hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya berlangsung dengan pesat dan sangat baik, yang memungkinkan orang-orang untuk berpindah atau bermukim sementara waktu di negara lain dalam rangka pekerjaan, pendidikan atau tugas tugas kenegaraan yang diembannya. Terlebih bila diperhatikan bahwa negara-negara yang memilih asas ius sanguinis pada umumnya termasuk negara-negara emigran. Sebagai contoh negara yang menganut asas ini adalah negara RRC, India, Indonesia yang terkenal sebagai negara yang banyak jumlah warganya. Dalam kaitannya sebagai konsekuensi asas ius sanguinis ini, apabila adanya keinginan seseorang warganegara untuk berpindah kewarganegaraan harus ditempuh melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Jika persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan maka terkabullah kehendaknya.
      Dalam penentuan apakah seseorang menjadi warganegara suatu negara ataukah tidak, dengan menggunakan asas ius sanguinis atau ius soli tidak dapat dilepaskan dari keadaan-keadaan yang menjadi latar belakang penentuan itu, yaitu keinginan pembentuk negara atau pemerintah masing-masing negara untuk menjadikan warganegaranya sebagaimana yang mereka kehendaki dan dicitacitakan. Tetapi tidak jarang dalam kenyataannya kita menemui negara-negara yang memanfaatkan kedua asas tersebut. Artinya tidak memilih salah satu asas secara konsekuen (taat asas) melainkan dipakai suatu kombinasi dari kedua asas. Kedua asas dipergunakan namun hanya saja yang satu lebih dikedepankan dari yang lain.
      Negara negara yang pertama-tama mementingkan asas ius sanguinis (keturunan) juga tak mengabaikan sama sekali asas ius soli (tempat kelahiran). Juga karena masing-masing negara berdaulat untuk menentukan siapakah warganegaranya, maka dalam kenyataannya terdapat ketidakseragaman peraturanperaturan mengenai kewarganegaraan. Ketidakseragaman ini dapat terjadi bahwa apabila seseorang yang telah ditentukan menjadi warganegara dari suatu negara tertentu adalah pula warganegara dari negara lain, berdasarkan asas penentuan kewarganegaraan dari negara itu atau dapat pula terjadi seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan. Di sinilah akan timbul permasalahan benturan asas yang mengakibatkan seseorang memiliki dwikewarganegaraan/dual citizenship/bipatridie/ kewarganegaraan ganda atau bahkan multipatridie (memiliki. lebih dari dua kewarganegaraan) dan atau menjadi tanpa kewarganegaraan (apatridie/stateless).

c. Asas Pewarganegaraan (Naturalisasi)

      Dalam UU ini juga dikenal salah satu cara memperoleh kewarganegaraan yaitu melalui jalur pewarganegaraan (naturalisasi). Naturalisasi diperoleh seiring dengan berlakunya Keputusan Menteri Kehakiman yang memberikan pewarganegaraan tersebut. Pewarganegaraan ini diberikan (atau tidak diberikan) atas permohonan, sedangkan instansi yang memberikan adalah Menteri Kehakiman. Kemudian, seiring dengan reformasi di Indonesia, diadakan revisi pada UU tersebut menjadi UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Revisi UU terjadi karena penekanan pada hubungan perdata menyangkut status patrilineal, kemudian dalam UU terdahulu masih adanya diskriminasi etnis tertentu, dwikewarganegaraan, serta belum terjaminnya hak-hak kewarganegaraan. Melihat itu semua, sebenarnya proses naturalisasi tidak memakan proses yang rumit. Adapun syarat-syarat memperoleh naturalisasi menurut UU No.12 Tahun 2006 adalah:
1. Naturalisasi Biasa

 Mengajukan permohonan kepada Menteri hukum dan HAM melalui kantor pengadilan negeri setempat dimana ia tinggal atau di Kedubes RI apabila di luar negeri permohonan ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Bila lulus maka ia harus mengucapkan sumpah setia di hadapan pengadilan negeri. Syarat-syaratnya naturalisasi biasa adalah :
1) Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2) Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
3) Sehat jasmani dan rohani;
4) Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6) Jika dengan memperoleh Kewarga negaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7) Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap; dan
8) Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

2. Naturalisasi istimewa

Naturalisasi istimewa di negara RI dapat diberikan kepada warga negara asing yang status kewarganegaraannya dalam kondisi sebagai berikut
a) Anak WNI yang lahir diluar perkawaninan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing.
b) Anak WNI yang belum berusia 5 tahun meskipun telah secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap sebagai WNI
c) Perkawinan WNI dengan WNA, baik sah maupun tidak sah dan diakui orang tuanya yang WNI atau perkawinan yang melahirkan anak di wilayah RI meskipun status kewarganegaraan orang tuanya tidak jelas berakibat anak berkewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau sudah kawin.
d) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagimana ditentukan di dalam perundangan-undangan.
e) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampikan dalam waktu paling lambat 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin
 f) Warga asing yang telah berjasa kepada Negara RI dengan pernyataan sendiri (permohonan) untuk menjadi warga negara RI atau dapat diminta oleh Negara RI.
Kemudian, mereka mengucapkan sumpah atau janji setia (tidak perlu memenuhi semua syarat sebagaimanan dala naturalisasi biasa) cara ini diberikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.  Akibat Pewarganegaraan
a) Setiap orang yang bukan WNI diperlakukan sebagai orang asing.
b) Kehilangan kewarganegaraan RI bagi suami atau istri yang terikaat perkawnian sah, tidak menyebabkan kehilangan status kewarganegaraan itu.
c) Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI
d) Anak yang lahir di wilayah RI yang saat lahir tidak jelas kedudukan orang tuanya atau tidak diketahui orang tuanya merupakan kewarganegaraan RI
e) Anak dibawah usia 5 tahun telah ditetapkan secara sah sebagi anak WNA berdasarkan pengadilan tetap diakui sebagai WNI
f) Kehilangan kewarganegaraan RI bagi seorang ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudh kawin.
g) Kehilangan kewarganegaraa Ri bagi seseorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudah kawin
h) Kehilangan kewarganegaraan RI karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya tidak sampai nak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.
      Walaupun tidak dapat memenuhi prinsip ius sanguinis ataupun ius soli, orang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau naturalisasi, syrat-syarat dab prosedur pewarganegaraan ini di berbagai negara sedikit banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing. Dalam pewarganegaraan ini ada tang aktif dan ada pula yang pasif. Dalam kewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari sesuatu negara. Sedangkan pewarganegaraan fasif,seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunaka hak repudasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut

C. Problem Kewarganegaraan

     Dalam kenyataannya terdapat keanekaragaman peraturan dan asas-asas kewarganegaraan apakah ius soli atau ius sanguinis, karena negara bebas untuk memilih asas-asas manakah yang hendak dipakainya dalam menentukan siapakah yang menjadi warganya. Kemudian menimbulkan apatridie, bipatridie bahkan mungkin multipatridie karena dari benturan asas-asas kewargarnegaraan yang tidak seragam. Akibatnya timbul peraturan-peraturan di bidang kewarganegaraan yang tidak sama di semua negara. Menurut istilah Sudargo Gautama hal ini menggambarkan seolah-olah terjadi "pertentangan". Namun untuk lebih mempertajam pembahasan pada tulisan ini, tidak akan dikemukakan lebih jauh halhal berkenaan dengan multipatridie.
1. apatridie yaitu orang-orang yang tidak mempunyai suatu kewarganegaraan (tanpa kewarganegaraan). Pada akhir-akhir ini, apatridie banyak kemungkinan terjadi, karena perkembangan hubungan antara negara dan hubungan politis. Beberapa negara tertentu telah mulai mempergunakan pencabutan kewarganegaraan sebagai semacam hukuman. Apabila orang-orang yang terkena dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh negara yang bersangkutan, dan mereka ini belum dapat memperoleh kewarganegaraan pengganti, maka mereka ini bertatus tanpa kewarganegaraan. Keadaan tanpa kewarganegaraan ini adalah menyedihkan bagi yang harus mengalami. Sama sekali tidak ada perlindungan dari sesuatu negara. Tidak dapat memiliki paspor negara tertentu. Seandainya mereka harus diusir dari negara tempat mereka berdomisili, kemana mereka harus dikirim.
2. Bipatridie atau dwikewarganegaraan akan terjadi apabila seseorang memiliki dua kewarganegaraan. Kenyataan terjadinya bipatridie kerapkali sering berlaku yaitu kalau seseorang penduduk pada suatu negara yang berasal dari kewarganegaraan lain diberi pewarganegaraan oleh negara yang didiaminya, tanpa ia menyatakan malepaskan kewarganegaraan aslinya (leluhurnya). Jika satu negara menganut asas ius sanguinis dan negara lain menganut asas soli maka kemungkinan akan timbul kewarganegaraan ganda/dwi kewarganegaraan/bipatridie sangatlah besar. Walaupun pada umumnya soal dwikewarganegaraan timbul karena perbedaan-perbedaan dalam peraturan peraturan kewarganegaraan berbagai bangsa yang disebabkan oleh benturan asas penentuan kewarganegaraan suatu negara adalah tidak seragam. Terkadang dapat pula terjadi seorang menjadi bipatridie dengan adanya penerapan prinsip kewarganegaraan yang sama dalam negara-negara bersangkutan. Seiring dengan semakin berkembangnya jalur informasi dan transportasi mengakibatkan hubungan antar bangsa juga menjadi semakin berkembang. Orang asing, datang dan pergi ke suatu negara tertentu merupakan suatu hal yang lumrah, baik untuk bekerja, sekolah, berdagang atau hanya sekedar sebagai turis. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka sudah pasti berhubungan satu sama lain, baik dengan warga negara setempat atau dengan warga negara asing lainnya, hubungan mana seringkali diakhiri dengan suatu perkawinan. Keadaan berkewarganegaraan ganda sering pula terjadi akibat dari perkawinan campuran antar bangsa yang otomatis menganut hukum perkawinan dan kewarganegaraan yang berbeda. Di mana masing-masing pihak terkait dalam perkawinan campuran tersebut oleh negara asalnya ada yang mengizinkan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut untuk memiliki kewarganegaraan kedua orangtuanya (kewarganegaraan ganda/dwikewarganegaraan). Dari pengertian warga negara diatas, dikatakan bahwa warga negara mempunyai kedudukan resmi sebagai anggota penuh suatu negara karena mereka memiliki semua hak dan kewajiban sebagai anggota negara sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. Berikutnya sebagai warga negara mereka dituntut untuk memberikan kesetiaannya kepada negara dimana mereka tercatat sebagai warga negara.  

BAB III 
PENUTUP

A. Kesimpulan
     Yang dimaksud warga negara Indonesia adalah warga yang bermukim di Indonesia maupun yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakui oleh Undang-Undang Republik Indonesia. Prinsip kewarganegaraan itu sendiri ada dua, yakni ‘ius soli’ (berdasarkan tanah kelahiran) dan ‘ius sanguinis’ (berdasarkan ikatan darah atau keturunan). Indonesia sendiri menganut prinsip keturunan, yakni ‘ius sanguinis’. Warga negara asing yang ingin mendapatkan kewarganegaraan Republik Indonesia bisa mengajukan diri kepada instansi terkait, yang dimaksud dengan istilah pewarganegaraan atau naturalisasi.

B. Saran
    Penjelasan singkat dalam makalah ini semoga bisa menjadi gambaran yang jelas bagi pembaca, sekaligus memperdalam wawasan kewarganegaraan pembaca. Sehingga apabila di kemudian hari menemui permasalahan terkait kewarganegaraan, pembaca dapat dengan yakin dan jelas menentukan sikap dan solusi atas permasalahan tersebut.  

DAFTAR PUSTAKA
Nurrohman. (2012, 31 Mei). Persamaan Kedudukan Warga Negara dan Hak dan Kewajiban [online]. Tersedia: http://nurrohman99.blogspot.com/2012/05/persamaan-kedudukan-warga-negara-dan.html . Diakses Pada Tanggal : 21-10 2016 Fara. (2012, 20 Februari). Hakikat Warga Negara dan Pewarganegaraan Indonesia [online]. Tersedia: https://faradina96.wordpress.com/2012/02/20/hakikat-warga-negara-dan-pewarganegaraan-indonesia/ Diakses Pada Tanggal : 21-10 2016 Rosyada, Dede Dkk.2003.Pendidikan Kewargaan(Civil Education):Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani.Ciputat: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar