Sabtu, 07 Januari 2017

Cerpen


Mengapa
Air Laut
Terasa Asin?


       Tahukah teman-teman semua asal usul mengapa air laut
terasa asin? Dahulu air laut sama saja seperti air sungai yang
terasa tawar. Semua jenis ikan dan serangga air dapat hidup di
air laut maupun air sungai. Tetapi akibat keserakahan seekor
kera, air laut pun berubah menjadi asin. Begini ceritanya.

      Dahulu kala hiduplah seekor naga muda yang sering
mengembara di negeri-negeri utara. Karena naga muda ini
sangat mengenal seluk beluk negeri-negeri bagian utara,
Kaisar Langit menitahkan dia untuk pergi mencari tempat
penyimpanan yang paling aman di bumi. Tempat yang
tidak dapat ditemukan oleh para dewa-dewi lainnya. Benda
yang akan disimpan adalah benda pusaka Kaisar Langit
– Kendi Langit. Kendi ini memiliki kesaktian luar biasa untuk
mengabulkan apapun keinginan seseorang. Karena begitu
berharganya kendi langit ini, banyak makhluk yang ingin
mendapatkannya.
       Menerima titah Kaisar Langit itu, naga muda ini pun mulai
mengembara mengarungi angkasa luas untuk mencari
persembunyian yang aman. “Hm... Tampaknya vihara puncak
gunung Lima Jari akan menjadi tempat penyimpanan yang
cocok,” pikir naga muda itu. Dia pun segera pergi meneruskan
perjalanan yang memakan waktu satu minggu lamanya. Hari
pertama sampai kelima perjalanan terasa menyenangkan
tanpa halangan berarti. Tetapi kabar ternyata menyebar
dengan cepat. Bila dinding bertelinga, maka langit pun
bertelinga. Para dewa, raksasa, asura, kaum manusia dan
binatang mulai mendengar kabar tentang kendi langit
tersebut. Mereka pun mulai menerka-nerka dimana tepatnya
kendi itu akan disimpan.

       Akhirnya bangsa kera yang cerdik menerka kalau si naga
muda akan menyimpannya di vihara puncak gunung Lima
Jari. Diutuslah raja kera utara untuk menipu naga muda dan
mencuri kendi tersebut. Pada hari keenam kera ini telah
menunggu naga muda yang terbang rendah di atas langit
pondokannya. Melihat naga muda itu kelelahan setelah
menempuh perjalanan jauh, si kera utusan ini memanggil
naga muda dari atas puncak pohon kelapa.
“Yang Mulia! Yang Mulia!” begitu dipanggilnya naga muda itu.
Bangsa kera memang mengetahui betapa kaum naga senang
disanjung dan dipuji. “Yang Mulia, turunlah sebentar dan terimalah persembahan
air kelapa muda ini. Air kelapa ini akan menyegarkanmu
kembali.”  
       
        Tertarik atas tawaran kera yang berukuran jauh lebih kecil
darinya, si naga muda pun berpikir bahwa si kera tidak berani
macam-macam dengannya. Apalagi kehausan, kelaparan dan
kelelahan mendera naga muda ini. Akhirnya naga muda ini
pun turun dan menerima tawaran kera tadi. Kera itu lantas
segera memetik kelapa-kelapa muda pilihan. Tetapi sebelum
diberikan kepada naga muda itu, kera utusan ini memasukkan
tiga tetes air mata duyung. Satu tetes untuk menyebabkan
kantuk, satu tetes untuk memberikan sensasi rasa nyaman dan
satu tetes untuk membuat naga tertidur seminggu lamanya.

        Celakanya naga muda ini tidak menyadari perbuatan jahat si
kera. Air kelapa muda diminumnya habis dan terasa begitu
menyegarkan dahaga dan laparnya. Tetapi lambat laun naga
muda ini pun mulai merasakan kantuk yang berat. Merasakan
sensasi nyaman pada seluruh tubuhnya, naga muda ini pun
tertidur. Melihat si naga telah tertidur, kera pun segera beraksi.
Dicarinya kendi langit itu dan dia berhasil menemukannya
pada lipatan di tengah perut naga muda. Setelah berhasil
mengambil kendi itu, kera utara ini pun segera pergi ke arah
tenggara untuk menghadap raja kera. 

       Berbeda dengan naga yang mampu terbang, untuk sampai ke
tempat kediaman raja, kera utusan ini harus menyeberangi
lautan yang luas. Perjalanan akan memakan waktu 5 hari. Si
kera pun segera pergi. Sesampainya di pantai, kera ini pun
mencuri sebuah perahu kecil yang tertambat disana. Di tengah
perjalanan, tiba-tiba kera utusan ini pun berpikir, “Wuah kalau
dengan kendi ini aku bisa meminta apapun, mengapa aku tidak
meminta garam saja yang banyak. Kami bangsa kera utara
selalu terlihat jelek karena penyakit gondok turunan kami.
Dengan adanya garam, aku bisa menyembuhkan penyakit
gondokku dan sisanya akan kujual kepada teman-temanku.
Mumpung kendi ini masih ada padaku.”

      Begitulah akhirnya si kera utusan ini pun meminta garam yang
banyak dari kendi langit. Kegirangan meliputi kera utusan ini
karena kendi langit mulai mengeluarkan garam yang begitu
banyak. Pertama-tama isi kendi penuh dengan garam, si kera
pun mulai memakan sedikit demi sedikit garam tersebut.
Tetapi karena kera itu tidak menyebutkan batasan jumlah
garam yang diinginkannya, kendi ini pun terus-menerus
mengeluarkan garam. Kepanikan mulai menjalar tubuh kera
ketika perahu kecil curiannya penuh dengan garam. Si kera
berusaha keras dengan memaksakan memakan garam itu
sebanyak-banyaknya. Rasa asin yang begitu pekat ditahannya
sampai akhirnya dia tidak sanggup lagi bernapas. Dan karena
beban yang ada, perahu pun tenggelam membawa serta kendi
dan kera yang teler oleh garam. Demikianlah riwayat kera
tamat sampai disini akibat kebodohan dan keserakahannya.
Sedangkan kendi langit terus-menerus mengeluarkan garam
sampai saat ini dan hilang lenyap di tengah samudra dalam.

Tetapi cerita belum berakhir. Naga muda begitu terkejut
ketika tersadarkan dan tidak menemukan kendi langit titipan
Kaisar Langit. Dia pun geram dengan si kera dan segera pergi
menemui raja kera meminta pertanggungjawaban. Di tengah
perjalanan dia ingin menyegarkan diri dan pikirannya sehingga
terlintas untuk sekalian mandi dengan air laut dibawahnya.
Dia pun terbang merendah dan pergi menyelam ke dalam
samudra. Dia merasa ada yang berbeda dengan air laut yang
biasanya tawar kini terasa asin. Dia pun bertanya pada ikanikan
yang ada di sana. “Mengapa air laut menjadi begitu
asin?” tanya naga muda.

      Perlu diketahui, kaum ikan saat itu sedang terpecah menjadi
dua kubu karena perebutan wilayah dan kekuasaan. Raja
ikan kecil menjawab kalau itu adalah karena sebuah kendi
telah jatuh dan menyebabkan air laut menjadi asin. Merasa
kalau itu adalah kendi langit, naga muda meminta raja ikan
kecil untuk memberitahu dimana letak kendi itu. Raja ikan
kecil memanfaatkan kesempatan. Dia menjawab bahwa
kendi itu telah dibawa kepiting ke dasar sebuah sungai besar
di ujung selatan. Dia pun akan pergi memandu naga muda
untuk mengambil kembali kendi tersebut, tetapi dengan satu
syarat: naga muda akan menangkap serangga-serangga di
permukaan air untuk diberikan kepada kaum ikan-ikan kecil
yang mengikuti mereka. Naga muda pun setuju.

       Setelah dibawa berputar-putar dan setelah berhari-hari si
naga muda harus melayani kebutuhan ikan-ikan kecil, dia
pun mulai merasakan keanehan. Akhirnya pada saat hendak
menangkap serangga di permukaan air, naga muda bertanya
pada ikan besar yang kebetulan berada didekatnya. “Apakah
benar kendi yang menyebabkan air laut menjadi asin dibawa
oleh kepiting ke dasar sebuah sungai di bagian selatan?” tanya
si naga kepada seekor ikan yang besarnya hampir sepertiga
ukuran naga muda itu.
        “Ahahaha… Kelihatannya kamu sedang dimanfaatkan ikan-ikan
kecil itu temanku. Setahuku kendi itu masih berada di tengah
samudra dalam di bagian tenggara. Tetapi tepatnya aku tidak
tahu karena waktu telah berlalu berhari-hari. Kemungkinan
besar kendi ringan itu telah terombang-ambing dibawa arus
samudra berkelana ke seluruh penjuru dunia. Tetapi yang
jelas kendi itu tidak dibawa oleh kepiting kecil dan juga tidak
akan mungkin terbawa arus ke sungai manapun di dunia ini,”
jelas ikan besar.
      
        Murkalah naga muda itu karena telah ditipu untuk kedua
kalinya dan kali ini dia merasa dimanfaatkan habis-habisan.
Dia pun mulai menyerang ikan-ikan kecil sehingga kaum ikan
kecil berlari berhamburan dan bersembunyi di sungai-sungai.
Naga muda yang marahnya mulai mereda bersumpah akan
memakan ikan-ikan kecil yang dia temui. Tetapi waktunya
telah habis. Tugas telah gagal dilaksanakan. Dia pun menyesal.
Hanya ada satu hal yang bisa dilakukannya – mencari kendi
langit itu sampai ketemu. Naga muda kembali menuju samudra
dan sampai saat ini terus berharap untuk menemukan kendi
langit. Ikan-ikan kecil yang bersembunyi di sungai lambat laun
terbiasa dengan air sungai yang masih tetap terasa tawar.
Mereka tidak bisa lagi hidup di air laut sehingga mereka pun
disebut ikan air tawar. Sedangkan kaum kera merasa ketakutan
akan dimangsa kaum naga apabila mereka berdiri di puncak
pepohonan. Semenjak itulah kaum kera tidak pernah berani
berdiri di puncak pepohonan dan selalu bersembunyi di
bawah rimbunnya dedaunan. Air sungai tetap tawar dan air
laut menjadi asin.




"Keserakahan membawa begitu banyak kesengsaraan.
Kesengsaraan terhadap diri sendiri dan kesengsaraan
bagi makhluk lain".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar