Tugas Makalah Kelompok
“FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN
PEMBENTUKAN AKHLAK
DIMENSI
DIMENSI AKHLAK”
Dosen Pengampu :Anwar
Sadad., M.Pd.
I

Ditulis
oleh ;
Nama
: Jumaira
NIM : 1601130353
Prodi : Tadris Fisika
Mata
kuliah : Akhlak Tasawuf
PROGRAM
STUDI TADRIS FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
Tahun
2017 M/1439 H
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas selesainya makalah
yang berjudul "“Faktor Yang Mempengaruhi Dan Pembentukan Akhlak Dimensi
Dimensi Akhlak”". atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini
Dan
harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Palangka
Raya, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar………………………………………………………...……………….i
Daftar
isi………………………………………………………………...…………….ii
BAB
I pembukaan
A. LATAR
BELAKANG …………………………………………..……………1
B. RUMUSAN
MASALAH…………………………………………………..…2
C. TUJUAN
MASALAH………………………………………………...………2
BAB
II Pembahasan
A. PENGERTIAN AKHLAK……………………………………...…………….3
B.
FAKTOR-FAKTOR MEMPENGARUHI AKHLAK…………….………….4
C.
ARTI PEMBENTUKAN AKHLAK………………………………..…….….7
D. TEORI-TEORI
BARAT TENTANG PEMBENTUKAN AKHLAK..………9
EKONSEP
PSIKOLOGI ISLAM DALAM HAL PEMBENTUKAN AKHLAK………………………………..……..11
F. DIMENSI
AKHLAK……………………………………………….………..12
BAB
III Penutup
A. KESIMPULAN……………………………………………………………....17
B. SARAN……………………………………………………………………....17
Daftar
Pustaka……………………………………………………………………….18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sangat
mementingkan Akhlak dari pada masalah-masalah lain. karena misi Nabi Muhammad
diutus untuk menyempurnakan Akhlak. Hal itu dapat kita lihat pada zaman
Jahiliyah kondisi Akhlak yang sangat semrawut tidak karuan mereka melakukan
hal-hal yang menyimpang seperti minum khomar dan berjudi. Hal-hal tersebut
mereka lakukan dengan biasa bahkan menjadi adat yang diturunkan untuk generasi
setelah mereka.
Prinsip Akhlak dalam Islam terletak
pada iman yang dimiliki oleh setiap orang mukmin yang berfungsi sebagai motor
penggerak dan motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata
rasa, tata karsa, dan tata karya yang kongkret. Dalam hubungan ini Abu Hurairoh
meriwayatkan hadist dari Rosulullah Saw yang artinya:
“Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah yang terbaik akhlaknya. Dan sebaik-baik diantara kamu ialah yang
paling baik kepada istrinya”.
Dari arti ayat diatas dapat kita
ambil contoh bahwa ciri khas orang yang beriman adalah indah perangainya dan
santun tutur katanya, tegar dan teguh pendirian (tidak terombang ambing),
mengayomi atau melindungi sesama, mengerjakan buah amal yang dapat dinikmati
oleh lingkungan.
Akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan bisa bernilai baik atau
bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan ataupun
perbuatan orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi
belum tentuini didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang
lembut dan manis, tetapi kata-kata bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata
lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan manusia sejak lahir yang tertanam
dalam jiwanya dan selalu ada padanya Al-Qur'an selalu menandaskan, bahwa akhlak
itu baik atau buruknya akan memantul pada diri sendiri sesuai dengan
pembentukan dan pembinaannya.
Makalah ini akan membahas tentang beberapa pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi dan pembentukan akhlak dan dimensi-dimensi
akhlak.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian dari akhlak?
2.
Apa
saja faktor pembentukan akhlak ?
3.
Apa
saja faktor yang mempengaruhi akhlak ?
4.
Apa
itu dimensi akhlak ?
C.
TUJUAN
MASALAH
1) Untuk mengetahui tentang akhlak.
2) Untuk mengetahui apa saja faktor mempengaruhi
akhlak
3) Untuk mengetahui apa saja faktor pembentukan
akhlak
4) Untuk mengetahui apa saja
dimensi-dimensiakhlak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq
yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa, akhlak artinya perangai, tabiat,
dan agama. Secara sempit, pengertian akhlak dapat diartikan dengan kumpulan
kaidah untuk menempuh jalan yang baik, jalan yang sesuai untuk menuju akhlak,
pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan.
1.
Menurut
Ibnu Maskawaih (941-1030 M)
Keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melaluipertimbangan
pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat
aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh
jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikian dan pertimbangan, kemudian
dilakukan terus-menerus maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
2.
Imam
Al-Ghazali (1055-1111 M)
Dalam Ihya Ulumuddin
menyatakan: Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang
mendorong perbuata yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran. Jadi,
akhlak merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang dan secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku dan perbuatan.
3.
Muhyiddin
Ibnu Arabi (1165-1240 M)
Keadaan jiwa seseorang yang
mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih
dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau
bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.
4.
Syekh
Makarim Asy-Syirazi
Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini
manusia.
5.
Al-Faidh
Al-Kasyani (w. 1091 H)
Akhlak
adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, yang darinya
muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan
pemikiran.
B. FAKTOR-FAKTOR
MEMPENGARUHI
AKHLAK
Segala tindakan dan pperbuatan manusia yang memiliki corak
berbeda antara satu dengan yang lainnya, pada dasarnya merupakan akibat adanya
pengaruh dari dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar
dirinya seperti milieu, pendidikan dan aspek waritssh. Untuk itu berikut ini akan dibahsa faktor-faktor yang
mempengaruhi akhlak.[1]
1.
Insting
(Naluri)
Aneka
corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak
yang dimotori oleh Insting seseorang ( dalam bahasa Arab gharizah).
Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para Psikolog
menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong
lahirnya tingkah laku antara lain adalah:
a. Naluri Makan (nutrive instinct). Manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan
tanpa didorang oleh orang lain.
- Naluri Berjodoh (seksul instinct). Laki-laki mengingkan wanita dan wanita mengingkan laki-laki Dalam al-Quran diterangkan Kalimat yang dimaksud untuk naluri berjodoh ini pada kata-kata ini :
"Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak".
( QS. Ali Imran : 14
- Naluri Keibuan (peternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.
- Naluri Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari gangguan dan tantangan.
- Naluri Bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya.
Segenap naluri insting manusia itu merupakan paket yang
inheren dengan kehidupan manusia yang secara fitrah sudah ada dan tanpa perlu
di pelajari terlebih dahulu. Dengan potensi naluri itu lah manusia dapat
memperudukaneka corak perilaku sesuai pula dengan corak instingnya.
2.
Adat
( Kebiasaan)
Adat atau kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga
menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga dan sebagainya.
Dengan
demikian, Abu Bakar Zikri berpendapat : “ perbuatan manusia, apabila di
kerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi mudah melakukannya itu dinama
kan adat kebiasaan”.
Perbuatan yang telah menjadi
adat/kebiasaan tidak cukup hanya di ulang-ulang saja, tetapi harus disertai
kesukan dan kecendrungan hati terhadapnya. Orang yang sedang sakit, rajin
beroabat, minum obat, mematuhi nasiahat-nasiahat dokter tidak bisa di katakana
adat kebiasaan, sebab dengan begitu dia mengharapkan sakitnya lekas sembuh.
Apabila ia telah sembuh, dia tidak akan berobat lagi kepada dokter. Jadi,
terbentuknya kebiasaan itu, adalah karena adanya kecendrungan hati yang di
iringi perbuatan.
Adapaun ketentuaan sifat-sifat adat
kebiasaan, ialah :
a.
Mudah
diperbuat
b.
Menghemat
waktu dan perhatian
Hal ini dapat di lihat ketika orang baru belajar naik sepeda
yang sering jatuh. Namun, dengan latihan berulang-ulang, akhirnya ia bisa naik
sepeda dengan baik. Karena sudah menjadi kebiasaan, naik sepada di lakukan
dengan mudah.
3.
Wirotsah
( Keturunan)
Istilah wirotsah berhubungan dengan faktor keturunan. Dalam
hal ini secara langsung atau tidak langsung, sangat mempengaruhi bentukan sikap
dan tingkah laku seseorang. sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat
-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kada ng anak itu mewarisi sebagian besar dari
salah satu sifat orang tuanya itu. Ilum pengetahuaan belum menemukan secara
pasti, tentang ukuran warisan dari campuran atau prosentase warisan orang tua
terhadap orang tuanya. Peranan keturunan, sekali pun tidak mutlak, dikenal pada
setiap suku, bangsa dan daerah.
4.
Milieu
(lingkungan)
Salah satu aspek yang turut memberikan saham dalam
terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseeorang adalah faktor milieu
(lingkung) dimana seseorang berada. Milieu artinya artinya suatu yang
melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara sedangkan lingkungan
manusia, ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan
masyarakat. milieu ada 2 macam:
a.
Lingkungan
Alam
Alam
yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan
tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhn
bakat yang dibawa oleh seseorang. Pada zaman Nabi Muhammad pernah terjadi
seorang badui yang kencing di serambi masjid, seorang sahabat membentaknya tapi
nabi melarangnya. Kejadian diatas dapat menjadi contoh bahwa badui yang
menempati lingkungan yang jauh dari masyarakat luas tidak akan tau norma-norma
yang berlaku.
b.
Lingkungan
sosial
Manusia
hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus
bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam
fikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya Akhlak orang tua dirumah dapat pula
mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak sekolah dapat terbina dan
terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah.Setiap
perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul
dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun
dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari
kejiwaan.
C. ARTI PEMBENTUKAN AKHLAK
Berbicara masalah pembentukan akhlak
sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai
pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan
akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan
budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula
ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik
dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba
yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam.[2]
Namun sebelum itu masih ada masalah yang
perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu apakah akhlak itu dapat dibentuk atau
tidak? jika dapat dibentuk apa alasannya dan bagaimana caranya? Dan jika
tidak, apa pula alasannya dan bagaimana selanjutnya
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak
perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan
dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada
dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu
cendrung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair
muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah
gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini
tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek
misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya, demikian sebaliknya.
Selanjutnya ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaandan
perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang
kedua ini umumnya datang dari Ulama-ulama Islam yang cendrung pada akhlak. Ibnu
Maskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain0lain termasuk kepada kelompok yang
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha (muktasabah). Pada
kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai lembaga
pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini
menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata
membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia,
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, saying kepada sesame
makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa
anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan,
dan pendidikan, ternyata menjdi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat,
melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa
akhlak memang perlu dibina.[3]
Keadaan pembinaan ini semakin terasa
diperlukan terutama pada saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan
sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek. Peristiwa yang baik atau yang
buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televise, internet dan
lain-lain. Demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras, dan pola
hidup materialistic dan hedonistic semakin menggejala. Semua ini jelas
membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat
diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri
manusia dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
D.
TEORI-TEORI
BARAT TENTANG PEMBENTUKAN AKHLAK
Berbicara tentang masalah pembentukan
akhlak atau kepribadian seseorang, maka sebenarnya kita akan masuk pada pembicaraan
tentang ‘perkembangan’ kepribadian manusia, karena perkembang itu sendiri
bararti serangkaian perubahan progesif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman.
Peruban ini bersifat kualitatif dan sangat terkait dengan suatu proses
integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada
tiga aliran yang sudah amat popular. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme,
dan ketiga aliran konvergensi.[4]
1.
Aliran Nativisme
Menurut
aliran Nativisme bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari
dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain.
Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik,
maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu
yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, da hal ini
kelihatannyaerat kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam hal
penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak
kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
2.
Aliran Empirisme
Menurut
aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan
social, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan
pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian
jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang
dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam pada itu aliran
konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan
yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
3.
Aliran konvergensi
Menurut
aliran konvergensi
berpendapat
pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan sianak,
dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus,
atau melalui interaksi dalam lingkungan social. Pendapat ini terdapat
kesesuaian dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut yang
artinya:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”.( Q.S. al-Nahl : 78)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa
manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati
sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran
dan pendidikan
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi
pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi
fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa sianak sejak lahir, dan
factor dari luar yang dalm ini adalh kedua orang tua dirumah, guru di sekolah,
dan tokoh-tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melelui kerja sama yang baik
antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif ( pengetahuan),
efektif (penghayatan), psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan
terbentuk pada diri anak. Inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah
manusia seutuhnya.
E.
KONSEP
PSIKOLOGI ISLAM DALAM HAL PEMBENTUKAN AKHLAK
Konsep psikologi islam yang di asumsikan
dari struktur nafsani tidak lagi meneriama konsep dari ke-3 aliran psikologi
barat dalam hal pemebentukan akhlak manusia. Disamping terdapat berbagai
kelemahan, ke-3 aliran tersebut hanya menorientasikan teorinya pada pola piker
antroposentris. Artinya, perkembangan khlak manusia seakan-akan hanya di pengaruhi oleh faktor manusiawi.
Manusia dalam pandanmg psikologi islam telam memiliki seperangkat kopetensi,
disposisi, dan karakter unik. Semua potensi itu bukan diturunkan dari orang
tua, melainkan di berikan oleh Allah, sejak di dalam perjanjian (mistiq).
Proses pemberian potensi-potensi tersebut melalui struktur ruhany. Oleh sebab itu maka struktur ruhani di sebut juga dengan fitrah al munazzalah. Jadi secara
potensial, kondisi kejiwaan manusia tidak netral, apalagi kosong seperti kertas
putih. Manusia adalah makhluk religious ( makhluk beragama), namun potensi
tersebut memerlukan bimbingan dan pengembangan dari lingkungannya (dalam arti
luas), karena secara actual manusia tidak memiliki kebaikkan atau keburukkan
yang diwarisi, kebaikan dan keburukkan sangat tergantung pada realisasi diri.
Lingkungan yang akan mengenalkannya pada nilai-nilai dan norma-norma agama yang
harus dituruti dan di lakonkan.
Faktor hereditas boleh jadi menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan pribadi/akhlak manusia. Hal ini
di isyaratkan dalam hadist nabi bahwa pemilihan jodoh itu harus di lihat dari 4
segi yaitu harta, keturunan, kencantiak dan agama. Nabi kemudian menganjurkan
untuk memilih agamanya agar kelak rumah tangganya menjadi bahagia dan selamat.
Hadist ini menunjukan adanya dan
pentingnya faktor hereditas dalam pemebentukan pribadi anak, sehinggah
jauh-jauh sebelumnya ia telah memilih garis keturan yang baik, agar anaknya
nanti memiliki bawaan yang baik yang baik pula.
Dengan demikan juga, psikologi islam
mengakui adanya peran lingkungan dalam penetuan kepribadian seseorang.
Lingkungan ini sendiri di interpretasaikan denag sangat luas oleh islam, dimana
didalamnya termasuk pula kebudayaan dan tradisi keagamaan yang akan
mempengaruhi terhadap sikap keagamaan seseorang. Faktor pendidikan pun termasuk
pula dalam peran lingkungan yang dimaksud, baik itu pendidikan keluarga, lembaga,
maupun masyarakat secara umum.
Faktor terakhir yang di asumsikan oleh
psikologi islami sebagai faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia adalah
keaktifan Allah dalam perkembangan manusia, yang di wujudkannya dalam bentuk
pemberian sunnah dan hidayah (Q.S Al
A’la : 2-3 dan Thoha ;50 ). Sunah dan hidayat merupan anugrah,
pertolongan(inayah) dan ketentuan (taqdir)nya untuk kebaikan perkembangan hidup
manusia. [5]
F.
DIMENSI
AKHLAK
Imam A- Ghazali mengatkan bahwa ahlak
tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan “teori menengah” dalam keutamaan
seperti apa yang disebut aristotelels, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang
bersifat pribadi, tetapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan
amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam satu kerangka
umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
1. Akhlak
Terhadap Allah SWT
Menurut pendapat Quraish Shihab
bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung
sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya
yang berjudul “Membina Moral dan Akhlak” bahwa akhlak terhadap Allah, itu
antara lain :
a.
Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.
b.
Berbaik sangka kepada Allah SWT.
c.
Rela terhadap kadar dan qada (takdir
baik dan buruk) dari Allah SWT.
d.
Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
e.
Bertawakal/ berserah diri kepada
Allah SWT.
f.
Senantiasa mengingat Allah SWT.
g.
Memikirkan keindahan ciptaan Allah
SWT.
h.
Melaksanakan apa-apa yang
diperintahkan Allah SWT.
Dari uraian-uraian diatas dapat
dipahami bahwa akhlak terhadap Allah SWT, manusia seharusnya selalu mengabdikan
diri hanya kepada-Nya semata dengan penuh keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya,
sehingga ibadah yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh keridhaan-Nya. Dalam
melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, terutama
melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah
menjaga kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan.
Tentu yang tersebut bersumber kepada al-Qur’an yang harus dipelajari dan
dipelihara kemurnianya dan pelestarianya oleh umat Islam.
2.
Akhlaq Terhadap Rasulullah SAW
Disamping akhlak kepada Allah Swt,
sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau
sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya
membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada
Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian,
akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam
bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah
melakukannya.
a.
Ridha Dalam Beriman
Kepada RasulIman kepada Rasul Saw
b.
Mencintai dan Memuliakan
Rasul
c.
Mengikuti dan Mentaati
Rasul
d.
Mengucapkan Shawalat dan
Salam Kepada Rasul
e.
Menghidupkan Sunnah Rasul
f.
Menghormati Pewaris Rasul
3.
Akhlaq Terhadap Pribadi
Akhlaq
Pribadi, akhlaq pribadi
meliputi sebagai berikut:
a.
Shidiq (ash-sidqu) artinya benar atau jujur
b.
Amanah
c.
Istiqamah
d.
Iffah
e.
Mujahadah
f.
Syaja’ah
g.
Tawadlu
h.
Zuhud
i.
Sabar dan Pemaaf
4.
Akhlaq Dalam Keluarga
Kedudukan Anak Menurut Agama, Anak
sebagai perhiasan kehidupan dunia, Anak sebagai ujian bagi orang tua, Anak
sebagai penghibur hati
a.
Akhlak Orang Tua Terhadap Anak : memberi nama yang baik pada
anaknya dan memilih calon ibu yang baik untuk nya
b.
Akhlak anak kepada orang tua, selalu memuliakan orang tua
dan menghormatinya.
c.
Akhlak Antara Ayah dan Ibu: Di dalam Islam, ayah dan ibu atau
suami dan istri memiliki hak dan kewajiban sama meskipun tugas masing-masing
berbeda. Sang ayah sebagai kepala rumah tangga mempunyai tugas untuk memberi
nafkah atau rezeki bagi seluruh anggota keluarga, termasuk sang istri.
d.
Akhlak terhadap suami dan isteri, akhlaq itu antara lain, adalah
Kewajiban suami kepada isteri Kewajiban
yang harus dipenuhi oleh seorang suami terhadap isteri antara lain : Mahar, Nafkah, Ihsan
al-‘Asyarah, Membimbing
dan Mendidik Keagamaan Isteri
5.
Akhlaq Bermasyarakat
Akhlaq dalam Bertamu dan Menerima
Tamu, Islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu
dan bagaimana menerima tamu. Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah yang
bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni
rumah. Sebagaiman dijelaskan allah dalam firmannya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin
dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar
kamu (selalu) ingat” (QS. Surat an-nur: 27)
a.
Hubungan
Baik dengan Tetangga, Rasulullah saw mengatakan, bahwa tetangga yang baik
adalah salah satu, dari tiga hal yang mebahagiakan hidup.“ Diantara yang
membuat bahagia seorang muslim adalah tetangga yang baik, rumah yang
lapang dan kendaraan yang nyaman” (HR. Hakim)
b.
Hubungan
Baik dengan Masyarakat, Adab Bergaul Dalam Masyarakat :
Ø Adab bergaul dengan yang lebih tua,
Kitapun dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang tua lainnya dengan penuh
hormat dan sopan santun.
Ø Adab bergaul dengan orang yang
sebaya, Pergaulan dengan orang yang sebaya adalah amat penting, karena dalam
mengarungi kehidupan di dunia ini kita tidak luput dari kesulitan. Dan dalam
mengatasi kesulitan itu akan lebih cepat tersatasi apabila kita banyak
mendapatkan pertolongan orang-orang yang sebaya dengan kita, karena sama-sama
merasakan nasip yang seimbang berdasarkan keseimbangan pengalaman, pengetahuan,
usia dan lain sebagainya. Manusia itu tidak akan dapat dengan sempurna tanpa
ada pertolongan orang lain. Firman Allah SWT : "Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikaan bersifat lemah". (QS. An Nisa’
: 28)
Ø Adab bergaul dengan yang lebih muda.
Kita senantiasa dianjurkan untuk bersikap merendah, yakni bersifat sopan santun
terhadap sesama orang mukmin, termasuk terhadap orang-orang yang lebih muda
dari pada kita. Dalam Alqur’an Allah SWT berfirman :"Dan merendah dirilah
kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS Al Hijr: 88)".
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa:
Akhlak adalah sebuah
perangai manusia yang bisa dirubah atau dibentuk untuk manjadi sebuah perangai
yang baik, namun butuh waktu dan pembiasaan diri dalam proses tersebut. Untuk
itu perlu adanya beberapa hal yang menjadi faktor – faktor penunjang yang dapat
membantu perubahan akhlaq atau perilaku seseorang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak Menurut 3 Aliran yakni aliran filsafat natifisme, empirisme, dan konvergensi memiliki pandangan berbeda – beda sperti terurai di atas. Namun penulis berpendapat bahwa adanya korelasi yang sama pada aliran konvergensi, yakni pada dasarnya perubahan akhlaq atau perilaku seseorang tidak hanya adanya faktor yang ada pada dirinya sendiri atau internal melainkan juga adanya faktor dari luar yakni eksternal.
Ada 5 faktor yang menjadi pengaruh perubahan perilaku seseorang yakni manusia itu sendiri, instinc, adat, keturunan, dan lingkungan. Dari hal tersebut maka apabila seseorang ingin merubah suatu akhlaq pada dirinya maka hal yang terpenting baginya adalah memperhatikan dan membiasakan 5 perkara yang menjadi faktor penyebab perubahan akhlaq tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak Menurut 3 Aliran yakni aliran filsafat natifisme, empirisme, dan konvergensi memiliki pandangan berbeda – beda sperti terurai di atas. Namun penulis berpendapat bahwa adanya korelasi yang sama pada aliran konvergensi, yakni pada dasarnya perubahan akhlaq atau perilaku seseorang tidak hanya adanya faktor yang ada pada dirinya sendiri atau internal melainkan juga adanya faktor dari luar yakni eksternal.
Ada 5 faktor yang menjadi pengaruh perubahan perilaku seseorang yakni manusia itu sendiri, instinc, adat, keturunan, dan lingkungan. Dari hal tersebut maka apabila seseorang ingin merubah suatu akhlaq pada dirinya maka hal yang terpenting baginya adalah memperhatikan dan membiasakan 5 perkara yang menjadi faktor penyebab perubahan akhlaq tersebut.
B. SARAN
Demikian apa yang dapat
penulis paparkan tentang Faktor – faktor yang mempengaruhi pembantukan akhlaq.
Saya berharap apa yang telah kita simak dalam uraian di atas dapat memberikan
manfaat pada kita semua.
DAFTAR
PUSATAKA
Rahman,
padli.2009. AKHLAK TASAWUF Memahami Dunia
Esoteris Islam. Malang: Setara Pess
Zahruddin.
2004. PEMGANTAR STUDI AKHLAK. Jakarta:
PT Raja Perlindo Persada
Musa, Muhammad Yusuf. 1997. Falsafah al-akhlaq fi al-islam, Bandung:
CV Pustika Setia
Ya’qub, Hamzah. (1988). Etika Islam:
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar). Bandung: CV Diponegoro.
http://www.mahfudrm.xyz/2017/04/makalah-dimensi-akhlak-dan-etika-islam.html
[1]
Zahruddin. 2004. PEMGANTAR STUDI AKHLAK. Jakarta: PT Raja
Perlindo Persada.hal 92
[2] Musa, Muhammad Yusuf,
Falsafah al-akhlaq fi al-islam, Bandung: CV Pustika Setia, 1997, hal 9.
[3] Ya’qub, Hamzah. (1988). Etika
Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar). Bandung: CV
Diponegoro. Cet. IV, hal 71.
[4]
Rahman, padli.2009. AKHLAK TASAWUF Memahami Dunia Esoteris Islam.
Malang: Setara Pess.hal 47
[5]
Rahman, padli.2009. AKHLAK TASAWUF Memahami Dunia Esoteris Islam.
Malang: Setara Pess.hal 52